Diskusi AP5I dan Anggota Terkait KJA Danau Toba – 12 Januari 2022
Ketua Umum AP5I – Budhi Wibowo mengadakan diskusi secara khusus dengan anggota AP5I yang terkait dengan Keramba Jaring Apung ( KJA ) di danau toba terkait dengan tindak lanjut kelangsungan KJA di danau toba. Sejak ditetapkannya danau toba sebagai Kawasan Ekonomi Khusus ( KEK ) Pariwisata ( Kemenpar dan Kemenko Maritim ) pada awal 2016, ada isu bahwa usaha budidaya ikan nila KJA di danau toba akan diturunkan produksinya hingga 10.000 ton/tahun mulai tahun 2022 ( Surat Menteri LHK kepada Gubernur Sumut, 3 April 2017 ). Ditetapkannya danau toba sebagai Kawasan Pariwisata Nasional tidak perlu menggusur usaha budidaya ikan nila ( KJA ) yang sejak awal 2000-an telah berkontribusi signifikan bagi perekonomian Provinsi Sumatera Utara, khususnya di sekitar danau toba. Bahwa budidaya ikan nila di danau toba seharusnya dioptimalisasi bukan dikanibalisasi dalam arti dilarang usahanya untuk pembangunan pariwisata. Yang harus dilakukan oleh Pemerintah, swasta, dan masyarakat adalah mendayagunakan danau toba untuk Kegiatan Pariwisata, Perikanan Budidaya, Sumber Baku Air Minum, Sumber Air Irigasi, Pembangkit Listrik, dan Konservasi berdasarkan pada Daya Dukung Lingkungannya, sehingga Semua Kegiatan Ekonomi itu dan Ekosistem danau toba dapat terpelihara secara optimal, harmonis, dan berkelanjutan ( Sustainable ). Berdasarkan Perpres no. 81 tahun 2014, salah satu fungsi danau toba adalah untuk budidaya perikanan. Kontribusi usaha budidaya nila di danau toba dimana sekitar 85 % total volume ekspor ikan Nila Indonesia berasal dari usaha KJA di danau toba. Dengan nilai Ekspor sebesar USD 100 Juta per tahun. Ikan tilapia atau nila terbaik di dunia adalah dari hasil budidaya danau toba. Diharapkan pariwisata dan aktivitas budidaya ikan dalam KJA yang ramah lingkungan bisa berdampingan dan berkembang bersama ( simbiose mutualisme ), asalkan ada pengaturan. Bahkan, di negara-negara lain aktivitas KJA bisa dijadikan daya tarik obyek wisata.