Webinar Era Baru Pengelolaan Sumber Daya Lobster – 4 Juni 2020
Politeknik AUP bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan KKP mengadakan Webinar “ Era Baru Pengelolaan Sumber Daya Lobster “ yang di ikuti lebih dari 200 peserta. Potensi keberlanjutan ekonomi lobster dan alam di Indonesia masih menjadi perdebatan, sedangkan Vietnam telah lebih dulu berhasil membudidayakan lobster meskipun dalam prakteknya masih menggunakan berbagai macam obat-obatan termasuk antibiotik untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Cepat atau lambat, produk lobster Vietnam akan dibanned oleh pasar internasional karena hal tersebut. Pengembangan budidaya lobster di Indonesia, harus diawali dengan cara budidaya yang baik tanpa bergantung pada obat-obatan tersebut. KKP berkomitmen untuk mendorong tumbuhnya budidaya lobster di Indonesia dengan melibatkan masyarakat pesisir. Hal itu sebagai implementasi dari Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan di wilayah RI. Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP – Slamet Soebjakto dalam presentasinya mengungkapkan saat ini pemerintah telah menyiapkan sejumlah intervensi. Dimulai dari pembentukan kelompok pembudidaya, penataan berdasarkan daya dukungnya dan pengaturan segmentasi usaha sekaligus sistem budidaya lobster terintegerasi dengan budidaya kerang hijau untuk pakan lobster. Saat ini, Ditjen Perikanan Budidaya juga telah menyiapkan pedoman minimal persyaratan budidaya lobster yang terbagi dalam tujuh poin. Pertama, lokasi harus memenuhi rencana umum tata ruang ( RUTR ) dan terdaftar. Kedua, layout budidaya harus memiliki sirkulasi arus dan oksigen yang cukup, bersih dan sesuai kapasitas keramba. Ketiga, proses produksi mulai dari pakan harus segar dan berkualitas baik guna menghindari penyakit. Kemudian keempat, aspek sosial ekonomi harus memberdayakan masyarakat sekitar, ada transfer teknologi dan kestabilan harga. Kelima, ialah lingkungan yang mensyaratkan restocking minimal 2 persen dari hasil budidaya serta pengendalian pencemaran. Keenam, daya saing dengan mendahulukan produk Indonesia serta terakhir kuota, yakni mengutamakan benih untuk budidaya ketimbang ekspor serta Kerampa Jaring Apung ( KJA ) diatur sesuai kapasitas. Kebijakan pemerintah menjamin kebutuhan benih dalam negeri. Eksportir ada kuotanya, untuk ekspor yang jelas tidak melebihi yang dibudidayakan. Jadi dahulukan dulu kebutuhan untuk pembudidayaan. KKP menargetkan produksi lobster dari Rp 330 miliar pada 2020 menjadi sebesar Rp 1,73 triliun ada 2024. Volume produksi lobster dari 1.377 ton di tahun 2020 menjadi 7.220 ton pada 2024, Plt Direktur Politeknik AUP Ani Leilani menyatakan lobster memiliki nilai ekonomi tinggi, peluang bisnis menjanjikan, dan permintaan dari berbagai negara yang terus meningkat. Jika tidak terkelola dengan baik, tidak mustahil 10-20 tahun ke depan lobster kita akan habis. Hasil kajian Badan Riset dan Sumber Daya Manusia ( BRSDM ) KKP menemukan adanya potensi benih bening lobster pasir ( Panulirus Homarus ) dan lobster mutiara ( Panulirus ornatus ) sebesar 278.950.000 ekor di 11 WPPNRI. Penangkapan benih lobster dapat dilakukan di lokasi-lokasi yang memiliki karakteristik bertipologi perairan dangkal, sepanjang pantai dan pulau pulau kecil, relatif terlindung ( dalam teluk ) dan dasar perairan pasir berlumpur serta terdapat asosiasi terumbu karang-lamun-alga. Dengan pertimbangan prinsip keberlanjutan, Jumlah Hasil Tangkapan yang Diperbolehkan ( JTB ) benih bening lobster pasir dan lobster mutiara adalah sebesar 139.475.000 ekor untuk dapat dijadikan acuan dalam penentuan kuota penangkapan di seluruh WPPNRI, salah satu yang diprentasikan Kepala BRSDM – Sjarief Widjaja. Perlunya upaya pencatatan hasil penangkapan benih bening di setiap lokasi dan penelaahan berkala terhadap kondisi stok benih bening lobster di alam guna mendukung peninjauan ketersediaan stok benih bening lobster. Karenanya, pengelolaan secara bertanggungjawab untuk keberlanjutan sumberdaya lobster mutlak harus dilakukan. Dikatakannya, regulasi tata kelola sumberdaya perikanan lobster diperlukan untuk memperkuat tata kelola benih lobster melalui beberapa cara, yaitu; pendataan stok benih lobster dan produksi lobster, peluang menata kelembagaan benih lobster yang optimal, memperkuat pengembangan budidaya lobster, dan memperkuat upaya restocking lobster di sentra benih lobster. Adanya Permen baru ini luar biasa, mengandung tiga makna keseimbangan yakni pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan social, dan keberlanjutan. Tiga hal ini harus selalu ada dalam setiap pengambilan keputusan. Pembicara lain, Kepala Pascasarjana Poltek AUP – Moch. Nurhudah menyatakan bahwa akademisi memiliki peran penting dalam hal menciptakan SDM kompeten di bidang pengembangan budidaya lobster melalui bangku pendidikan. Politeknik AUP mengadaptasi metode pembelajaran teaching factory, untuk menumbuhkan kemampuan kewirausahawan peserta didik yang dibutuhkan oleh dunia usaha industri guna menghasilkan produk yang sesuai dengan tuntutan pasar atau konsumen. Webinar kali ini merupakan tindaklanjut peraturan menteri ( Permen ) yang baru, yakni Permen KP Nomor 12/Permen-KP/2020 Tentang Pengelolaan Lobster ( Panulirus spp. ), Kepiting ( Scylla spp. ), dan Rajungan ( Portunus spp. ), di Wilayah Negara Republik Indonesia. Aturan baru tersebut diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 Mei 2020. Selain pembicara di atas, webinar juga menghadirkan pakar dan praktisi budidaya lobster, Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan Ditjen Perikanan Tangkap – Trian Yunanda ( Kebijakan Pengembangan Penangkapan Lobster di Indonesia ); Pembudidaya dan Ketua Umum – Hipilindo Effendy Wong ( Tantangan dan Peluang Budidaya Lobster ); serta Dosen Politeknik AUP – Ilham ( Lobster dan Perikanan Skala Kecil Indonesia ).
