News

Sosialisasi Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2023 Tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam – 25 Februari 2025

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 2025 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam, Sekretariat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengadakan Sosialisasi terkait peraturan tersebut. Pemerintahan Prabowo Subianto resmi mengubah Peraturan Pemerintah ( PP ) No.36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor ( DHE ). Eksportir diwajibkan untuk menempatkan DHE sebesar 100% di dalam negeri dalam kurun waktu 1 tahun mulai 1 Maret 2025. Kebijakan ini akan berlaku untuk sektor mineral dan batu bara, perikanan serta perkebunan seperti kelapa sawit. Penempatan DHE bisa dilakukan pada lembaga keuangan dalam negeri. Kebijakan tersebut menambah pasokan valutas asing ( valas ) di dalam negeri sehingga mendukung stabilitas nilai tukar rupiah. Secara lebih rinci, kebijakan tersebut juga akan disertai dengan insentif yaitu pembebasan pajak penghasilan ( PPh ) atas pendapatan bunga pada instrumen penempatan DHE. Kalau reguler biasanya kena pajak 20% tapi untuk DHE 0%. DHE, lanjut Airlangga juga bisa menjadi agunan kredit apabila eksportir membutuhkan pembiayaan dari perbankan. Kemudian underlying transaksi swap antara nasabah dan perbankan, eksportir dapat memanfaatkan instrumen swap dengan bank dalam hal memiliki kebutuhan rupiah untuk kegiatan usahanya. Bagian dari penyediaan dana yang dijamin oleh agunan termasuk agunan berbentuk cash collateral, giro, deposit tabungan, ini memenuhi persyaratan tertentu dikecualikan dari BMK, BMPK dari batas maksimal pemberian kredit. DHE yang dikonversi ke mata uang rupiah akan menjadi pengurang dalam besaran porsi kewajiban penempatan DHE. Konversi ke dalam rupiah dilakukan dalam rangka menambahkan suplai dolar tanpa intervensi berlebihan dari BI dan juga dari suku bunga maupun valas. Mengurangi volatilitas rupiah dan membantu kebutuhan operasional perusahaan. Eksportir juga bisa menggunakan porsi dari DHE untuk pembayaran pungutan negara seperti pajak, royalti dan dividen. Pemerintah akan segera berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait serta dunia usaha. Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian –  Susiwijono Moegiarso, menyebut, PP Nomor 8 Tahun 2025 bukan merupakan kebijakan yang sepenuhnya baru karena kebijakan terkait DHE SDA telah dimulai sejak tahun 2011. Kemudian aturan tersebut diperbarui di tahun 2019, dan kemudian disempurnakan melalui PP Nomor 36 Tahun 2023. PP Nomor 8 Tahun 2025 hanya merupakan perubahan dari beberapa aturan sebelumnya dengan perubahan beberapa pokok utama, sehingga pelaksanaannya seharusnya cukup familiar bagi semua pihak. Dalam pelaksanaannya, implementasi PP Nomor 8 Tahun 2025 mengenai DHE SDA ini nanti perbankan yang akan menjadi ujung tombak paling depan, menjadi frontline yang akan melayani para eksportir kita. Sedikit mengingatkan, Kebijakan DHE SDA terbaru disempurnakan dengan tujuan memastikan devisa tetap berada di Indonesia, ditukarkan ke rupiah, dan digunakan di dalam negeri, sehingga harapannya tetap optimal memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional. Adapun kewajiban penempatan khususnya DHE SDA nonmigas yakni persentase penempatan DHE diperbesar dan jangka waktu penempatan diperpanjang. Untuk komoditas nonmigas wajib retensi 100% selama 12 bulan, sementara untuk migas tetap merujuk pada PP Nomor 36 Tahun 2023 yakni 30% dalam 30 bulan retensinya. Khusus nonmigas, penggunaan DHE SDA bisa dilakukan selama masa retensi sepanjang masih ditempatkan di reksus valas yaitu untuk tujuan penukaran ke rupiah di bank yang sama dengan mengacu pada ketentuan BI. Termasuk di antaranya mekanisme penukaran untuk nasabah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia ( LPEI ) akan diatur oleh BI, pembayaran dalam valas atas kewajiban kepada Pemerintah, pembayaran dividen dalam valas, pembayaran impor barang dan jasa berupa bahan baku, dan pembayaran atas pinjaman untuk pengadaan barang modal dalam valas. Pelaksanaan pengawasan DHE SDA ini dilakukan bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ( DJBC ) Kementerian Keuangan, Bank Indonesia ( BI ), dan Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ) menggunakan sistem informasi yang terintegrasi, dan pada akhirnya juga diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap stabilitas nilai tukar. Sanksinya juga masih sama yakni penangguhan pelayanan ekspor, kemudian juga ada kebijakan bagi eksportir yang sedang dalam proses pengawasan BI dan/atau OJK.

Tinggalkan Balasan