News

Rapat Pengaturan Kembali Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Hasil kelautan dan Perikanan – 20 s.d 25 Januari 2022

Dalam rangka menindaklanjuti agenda rapat Panitia antarkementerian dan melaksanakan percepatan program penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah di bidang Pajak Pertambahan Nilai sebagai pelaksanan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Direktorat Peraturan Perpajakan I – Direktorat Jenderal Pajak – Kementerian Keuangan mengadakan rapat pembahasan terkait Pengaturan Kembali Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Hasil kelautan dan Perikanan berupa Udang, Lobster, Kepiting dan Rajungan, Cumi, Sotong, Gurita, Siput, Teripang, Kerang, Tiram, dan Remis. Seperti diketahui pada awalnya semua barang merupakan barang kena pajak, namun beberapa barang dirasakan mempunyai sifat yang strategis dan di perlukan masyarakat banyak maka barang tersebut diberikan fasilitasi bebas Ppn. Seperti komoditi perikanan, ada 10 komoditas yang awalnya di berikan kebebasan Ppn untuk tahun ini ada wacana beberapa komoditi tersebut akan dikenakan Ppn yaitu udang, lobster, kepting dan rajungan, cumi, sotong, gurita, siput, teripang, kerrang, tiram, dan remis. Pengenaan Ppn terhadap komoditi tersebut akan dituangkan dalam aturan turunan dari UU No. 7 Tahun 2021 dimana pemberlakukan Ppn tersebut rencananya akan diberlakukan mulai 1 April 2022. Hanya komoditi yang masuk dalam ikan ( tidak termasuk ikan hias ) yang masih dibebaskan Ppn karena ikan masih masuk dalam barang strategis, dimana komoditi ikan termasuk ikan umpan hidup dan/atau beku, ikan hidup untuk dikonsumsi, ikan segar/dingin beku dengan atau tanpa kepala, ikan kering, kepala, ekor, perut, sirip, kulit, tulang dan hati ikan, fillet dan daging ikan lainnya ( dicincang maupun tidak ) segar, dingin atau beku. Ketua umum AP5I – Budhi Wibowo dalam rapat ini kurang menyetujui komoditi perikanan yang dimaksud dikenakan Ppn karena akan memberatkan baik dari sisi pembudidaya/nelayan dari sisi hulu yang berimbas ke unit pengolahan ikan dari sisi hilir, perlu dipikirkan lebih lanjut efek dari pengenaan Ppn kepada komoditas perikanan yang awalnya bebas dari Ppn. Karena dengan pengenaan Ppn otomatis harga bahan baku akan menjadi lebih mahal, dan Ppn tersebut juga akan dikenakan kepada pembudidaya/nelayan yang mengakibatkan beban pembudidaya/nelayan akan menjadi lebih berat. Selain itu daya saing produk perikanan Indonesia juga menjadi lemah dan akan kalah bersaing dengan negara lain yang harganya lebih murah. Dalam rapat ini Ketua umum AP5I – Budhi Wibowo menjelaskan kondisi industri perikanan saat ini dari hulu ke hilir yang memiliki banyak rantai usaha yang perlu diperhatikan karena antara rantai yang satu dengan rantai yang lain saling berkesinambungan. Sebaiknya pengenaan Ppn ini ditunda terlebih dahulu, apalagi saat ini masih dalam kondisi pandemi covid-19 yang secara tidak langsung mempunyai dampak terhadap keberlangsungan usaha.

Tinggalkan Balasan