News

National Residu Monitoring Plan ( NRMP ) – 17 September 2025

Dalam rangka memperlancar kegiatan ekspor hasil perikanan budidaya dari Indonesia ke Uni Eropa maka perlu dilakukan kegiatan National Residu Monitoring Plan ( NRMP ) sesuai Regulation ( EU ) 2017/625, yang hasilnya setiap tahun akan dilaporkan kepada DG Sante, Uni Eropa. Sehubungan dengan hal tersebut, Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan melakukan Rapat Koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan terkait untuk membahas pelaksanaan NRMP tahun 2025.  Rapat dipimpin oleh Kepala Badan PPMHKP – Ishartini dan  Kepala Pusat Manajemen Mutu –  Woro Nur Endang dimana tujuan rapat adalah melaksanakan koordinasi dan mendiskusikan pelaksanaan kegiatan NRMP tahun 2025 antara KKP dengan asosiasi/pelaku usaha sektor perikanan. Kepala Badan PPMHKP menjelaskan  Sesuai Permen KP No. 8/2024 KKP merupakan Otoritas Kompeten ( OK ) yang melakukan Penjaminan Sisjamu Hulu Hilir, dan BPPMHKP sebagai koordinator OK. Salah satu tugas BPPMHKP memastikan bahwa pengendalian Sistem jaminan mutu ( Sisjamu ) berjalan efektif. Untuk kegiatan NRMP ini setiap tahunnya pada bulan Maret harus menyampaikan laporan kepada DG Sante untuk produk perikanan budi daya. Pada tahun 2024, kegiatan dilakukan di 26 provinsi dengan target tercapai, realisasi 4.100 dan hasil 100% compliance. Tahun 2025 ditargetkan kegiatan NRMP di 26 provinsi untuk 3.500 sampel yang diuji di 12 laboratorium yang telah ditetapkan melalui Kepdirjen Perikanan Budi Daya. Pelaksanaan NRMP sebagai salah satu syarat ekspor perikanan budi daya ke Uni Eropa. Keterlambatan ini berisiko menyebabkan Indonesia tidak dapat melaporkan pelaksanaan NRMP 2025 kepada Uni Eropa, yang berpotensi mengancam akses ekspor produk budidaya Indonesia ke pasar UE pada tahun 2026.  Dalam rapat ini Shrimp Club Indonesia bagian dari hulu mendukung program NRMP dan akan membantu mengarahkan ke anggota untuk dapat memenuhi target sampling. Perlu data yang sah dari pemerintah agar pengambilan sampling tepat sasaran. Dari DJPB menjelaskan terkait pengambilan sampel di tambak dengan beberapa kriteria, umur ikan maksimal 20 hari sebelum panen karena pengujian akan dilaksanakan setelah 10 hari. Jika terdeteksi residu antibiotik, DKP akan mengedarkan surat larangan obat dan hasilnya akan dilanjutkan untuk uji confirmatory. Jika NC akan dilakukan investigasi. Lokasi pengambilan sampel yang terindikasi penggunaan obat, berat sampel ditentukan ( 250-500 gr ) dan parameter pengujian juga ditentukan. AP5I dalam hal ini dari sisi hilir tentunya sangat mendukung program NRMP karena UPI yang langsung berhadapan dengan buyer di EU. AP5I saat ini sudah melakukan kerja sama dengan BPPMHKP untuk tindak lanjut pengendalian di hulu hilir, sudah dilaksanakan di salah satu anggota AP5I di Surabaya dan akan berlanjut di wilayah lain. Sudah berjalan beberapa tahun, setiap anggota AP5I dalam menerima bahan baku yang masuk harus dilampirkan dengan uji laboratorium. Tentunya hasil uji dapat berbeda dengan hasil uji saat di negara ekspor, perlu penjelasan pengujian apa yang disarankan. Sebagai informasi, program NRMP ini sangat penting karena persyaratan pasar terbesar adalah UE karena banyak negara menggunakan standar UE, saat ini bagaimana merespon secara tepat temuan di negara tujuan ekspor, khususnya terkait antibiotic. Tindak lanjut dari rapat ini BPPMHKP akan mengundang kembali pelaku usaha yang sudah berkomitmen untuk membicarakan kerangka pelaksanaan NRMP lebih detil. Akan dilakukan rapat koordinasi dengan DJPB untuk membahas data dan mekanisme pelaksanaan NRMP.

Tinggalkan Balasan