Rapat Pembahasan Kebijakan Tarif Impor Amerika Serikat terhadap Kinerja Ekspor Produk Indonesia – 10 April 2025
Sehubungan dengan telah diumumkannya kebijakan pemerintah Amerika Serikat mengenai pengenaan tarif impor sebesar 32% untuk produk-produk Indonesia yang berlaku efektif pada tanggal 9 April 2025, Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan mengadakan Rapat Pembahasan Kebijakan Tarif Impor Amerika Serikat terhadap Kinerja Ekspor Produk Indonesia. Rapat dipimpin DirJen PEN – Fajarini Puntodewi. Sejak tahun 2020 hingga 2024, Neraca Perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat selalu tercatat surplus, antara USD 10.0 milyar hingga 16,6 milyar ( trend pertumbuhan surplus 5,32% ). Pada tahun 2024, surplus neraca perdagangan tercatat sebesar USD 14,3 milyar sehingga mengalami kenaikan 19,84% dibandingkan tahun 2023. Amerika Serikat merupakan negara penyumbang terbesar ke-2 bagi Indonesia, dibawah India yang menyumbang surplus sebesar USD 14,7 milyar. Pada tahun 2024 Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor utama no-2 bagi Indonesia dengan pangsa pasar 9,94% atau senilai USD 26,3 milyar. Sedangkan Amerika Serikat merupakan negara pemasok utama no-5 bagi Indonesia, dengan pangsa sebesar 5,12% atau senilai 12,0 miliar. Indonesia memiliki ketergantungan tinggi terhadap pasar Amerika Serikat, Dimana beberapa komoditas ekspor RI ke AS lebih dari 50% dari total ekspor dunia, seperti elektronik, Sepatu, pakaian, produk laut. Produk perikanan dalam hal ini Udang merupakan komoditas utama di pasar AS, tentunya dengan pengenaan tarif resiprokal US sebesar 32% akan berdampak besar terhadap komoditas udang dari Indonesia karena akan mengakibatkan permintaan menurun dari US dikarenakan harga produk akan menjadi mahal. Saat ini komoditas udang Indonesia juga masih dikenakan tarif Anti Dumping 3,9% jadi total tarif yang dikenakan sebesar 35,9%. Pemerintah secepatnya perlu melakukan negosiasi dengan pihak AS terkait tarif resiprokal. Selain itu perlu dilakukan diversifikasi pasar, walaupun tidak mudah karena masih perlu waktu, Pemerintah perlu melakukan peningkatan Kerjasama internasional seperti IEU-CEPA, CPTPP, BRICS, dst untuk akses pasar, agar produk Indonesia bisa masuk dengan mudah ke pasar-pasar baru tersebut. Perlu diaktifkan keberadaan Marketing Intelligent untuk membuka pasar baru, terutama negara-negara yang mempunyai peluang besar bagi produk perikanan Indonesia seperti Cina, EU, Rusia, dan negara-negara non tradisional. Penetrasi pasar ini bermanfaat besar bagi ekonomi Indonesia karena memiliki multiplier effect besar dari penciptaan lapangan kerja sektor padat karya.