FGD Strategi Pemanfaatan Akses Ekspor Produk Makanan ke RRT – 20 September 2021

Dalam rangka optimalisasi pemanfaatan akses ekspor dari diberlakukannya FTA ( Free Trade Agreement ) khususnya untuk makanan olahan dan produk berbasis agro ke pasar RRT ( Republik Rakyat Tiongkok ), Direktorat Akses Industri Internasional Kementerian Perindustrian mengadakan Focus Group Disscussion dengan tema “ Strategi Pemanfaatan Akses Ekspor Produk Makanan ke RRT “ yang akan mengulas mengenai dua substansi penting yaitu peluang akses makanan olahan dan produk berbasis agro ke RRT melalui pemanfaatan ACFTA ( Asean-China Free Trade Agreement ) dan RCEP ( Regional Comprehensive Economic Partnership ), juga mengulas strategi menembus pasar makanan olahan dan produk berbasis agro ke RRT. Tiongkok sebagai negara pertama yang telah meratifikasi RCEP dan berharap agar RCEP memainkan peran penting dalam integrasi ekonomi dan perdagangan di kawasan. Salah satu hambatan ekspor produk makanan Indonesia ke RRT terjadi untuk komoditi perikanan  dimana GACC melaporkan kasus produk perikanan terpapar covid-19 telah mencapai 20 kasus. Saat ini KKP telah melakukan perbaikan di hulu – hilir, selanjutnya akan dilakukan pertemuan teknis untuk membahas hal ini. Perlu secepatnya dilakukan karena RRT merupakan salah satu pasar terbesar untuk produk perikanan dari Indonesia. Strategi yang perlu dilakukan meliputi melakukan lobi perdagangan RRT, tentunya produk perikanan Indonesia juga harus meningkatkan jaminan kualitas, citra brand hingga ketersediaan produk secara berkelanjutan. Selain itu Indonesia perlu berupaya meningkatkan kerja sama perdagangan untuk peningkatan akses pasar, melalui optimalisasi pemanfaatan perwakilan Indonesia di luar negeri, kerja sama yang sudah berjalan dipercepat, dan  tentunya dengan melakukan pengembangan kesepakatan baru. Informasi terbaru Pemerintah RRT akan menerbitkan Regulation on the Registration and Administration of Overseas Producers of Imported Food ( Decree 248 ) yang akan dimplementasi pada 1 Januari 2022. Ketika diimplementasikan, RRT mewajibkan seluruh perusahaan produsen, pengolah dan penyedia jasa fasilitas penyimpanan produk makanan ( kecuali food additives dan tidak termasuk food-related products ) yang berasal dari luar RRT, wajib untuk terdaftar di otoritas RRT ( GACC ) sebagai persyaratan untuk dapat mengekspor produknya ke RRT. Produk tersebut meliputi produk meat and meat products, sausages casings, aquatic products, dairy products, bird nests and bird nest products, bee products, eggs and egg products, edible oil and fats, oilseeds, stuffed wheaten products, edible grains milled grain industry products and malt, fresh and dehydrated vegetables and dried beans, condiments, nuts and seeds, dried fruits, unroasted coffee beans and cocoa beans, foods for special dietary purposes, and health food. Diluar kategori produk tersebut, tetap diwajibkan untuk mendaftar ke GACC, dengan proses registrasi dilakukan secara langsung ke GACC atau melalui agen di RRT. Evaluasi oleh GACC akan dilaksanakan melalui review dokumen, inspeksi via video dan/atau inspeksi lapangan. Validitas registrasi adalah 5 tahun. Decree 248 juga mengubah dan memperluas kondisi serta prosedur pendaftaran, termasuk penambahan persyaratan bahwa sistem manajemen keamanan pangan negara pengekspor diwajibkan telah lulus evaluasi maupun review yang akan dilakukan oleh GACC  melalui tinjauan dokumen, inspeksi video dan/atau lapangan. Strategi dan Langkah-Langkah Antisipasi Penerapan Decree No.248 yang saat ini perlu dilakukan oleh Indonesia dengan strategi external, Indonesia-RRT telah membentuk Working Group on Promotion of Smooth Trade ( WGPST ) pada April 2021 dan Pertemuan pertama pada Nov 2021. Dalam forum ASEAN-China FTA, telah disusun matrix of implementation issues yang merupakan daftar pertanyaan dari AMS terhadap hambatan berbagai produk dalam mengakses pasar RRT. RRT ( MOFCOM ) diminta merespon seluruh pertanyaan AMS dengan batas waktu yang telah ditentukan.  Terkait rencana penerbitan Decree 248, AMS tengah menyusun daftar pertanyaan untuk disampaikan kepada MOFCOM. Sedangkan strategi internal, Indonesia perlu melakukan pemetaan jenis produk yang terdampak dengan adanya decree 248. Melakukan sosialiasi kepada pelaku usaha terkait rencana pemberlakukan decree 248. Melakukan identifikasi kendala yang dihadapi dalam implementasi decree 248. Melakukan pengajuan pendaftaran untuk masing-masing produk yang diatur dalam decree 248 sesuai dengan otoritas yang menangani. Pendaftaran di prioritaskan terhadap produk yang paling tinggi nilai atau volume ekspornya. Tentunya dalam hal ini Indonesia harus berperan aktif menyampaikan kepentingan Indonesia pada forum TBT dan SPS di WTO.

Tinggalkan Balasan