FGD Membangun Industri Surimi dan Produk Olahan Surimi Based Products yang Berkelanjutan – 14 Maret 2022

Dalam rangka meningkatkan prospek industri surimi dan produk olahan berbasis surimi sebagai industri dengan produk yang strategis Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk kelautan dan Perikanan KKP mengadakan Focus Group Disscusion “ Membangun Industri Surimi dan Produk Olahan Surimi Based Products yang Berkelanjutan “ untuk membahas hulu-hilir dengan melibatkan berbagai pihak yaitu Pemerintah, akademisi, asosiasi, dan pelaku usaha surimi. Surimi merupakan produk olahan hasil perikanan setengah jadi. Bahan bakunya berupa daging ikan lumat beku yang telah mengalami proses pencucian ( leaching ), pengepresan, penambahan bahan tambahan ( cryoprotectant ), dan pengepakan. Surimi biasanya dibuat dari ikan laut berdaging putih dan digunakan sebagai bahan awal pembuatan aneka produk olahan ikan ( Fish Jelly Product ), seperti sosis, otak-otak, nugget, kamaboko, suji, chikuwa, ekado, lobster/udang/kepiting imitasi, dan lainnya. Pada umumnya produk olahan surimi merupakan makanan yang digemari oleh masyarakat Asia, terutama Asia Timur seperti Jepang, Korea, Taiwan, bahkan termasuk di Indonesia. Namun produk olahan surimi kini telah berkembang menjangkau ke berbagai belahan dunia. Produk ini merupakan produk yang ready to eat maupun ready to cook. Industri surimi based product mulai tumbuh 10 tahun terakhir dan mulai dirasakan perkembangan pesatnya di 5 tahun terakhir ini. Ragam produk surmi sangat banyak dan beraneka ragam bentuknya, dan  sudah menjadi Kebutuhan pangan akan protein murah yang berasal dari ikan.  Produk surimi saat ini sudah  menjadi salah satu trend makanan kekinian dan life style untuk anak milenial. Tantangan yang dihadapi industri surimi adalah menyediakan bahan baku dalam jumlah yang cukup. Jumlah industri pengolahan bahan baku surimi sekitar 20 pabrik dan bahan baku pertahun yang di olah industri surimi sekitar 250.000 ton. Total penjualan sekitar 60.000 ton, dengan nilai sekitar 3 trilyun. Industri pemain surimi terdiri dari industri pabrikan baso, tempura, scallop, naget, fish roll, dll, Industri Rumah Tangga ( UKM ) seperti empek-empek, siomay, batagor, otak-otak kerupuk, cireng, bonggolan, dll. Bahan baku untuk surimi berasal dari ikan-ikan hasil tangkapan seperti kurisi, kapasan, ikan mata lebar, kuniran yang merupakan hasil tangkapan cantrang yang sudah dilarang penggunaannya, dan ini merupakan salah satu kendala yang harus ditindaklanjuti karena berhubungan dengan ketersediaan bahan baku untuk industri surimi. Bahan baku ikan untuk surimi terdiri dari kurisi 40-50%, sedangkan gabungan dari kapasan, ikan mata lebar dan kuniran sebesar 50-60%. Industri surimi harus melakukan opsi antisipasi diantaranya melakukan budidaya perikanan untuk supply bahan baku, mencampur bahan baku dengan alternatif species yang relevan, menambahkan input teknologi untuk efisiensi, atau mengimpor dari negara lain, dan sebagainya. Opsi ini dapat disesuaikan dengan kapasitas masing-masing industry pengolahan surimi harus mempunyai business plan yang baik. Selain itu, harus mampu melakukan analisis sumber stock dan bahan baku yang ramah lingkungan. Perhitungan supply chain dan value chain juga harus dipertimbangkan dengan baik. Karena itu diperlukan alternative bahan baku yang murah dan berkelanjutan yang berasal dari ikan-ikan hasil budidaya. Saat ini ikan-ikan hasil budidaya yang mulai diperkenalkan untuk menjadi alternative bahan baku surimi adalah lele, nila, patin, mas, mujair. Dari hasil percobaan yang dilakukan oleh KKP kelebihan dari ikan-ikan budidaya sebagai bahan baku surimi adalah kesegaran bahan baku bisa lebih terjamin, penanganan bahan baku lebih mudah dibandingkan ikan hasil tangkapan, dan tentunya bahan baku tidak tergantung musim. Namun ikan-ikan budidaya mempunyai kekurangan dalam hal kekuatan gel medium dibandingkan ikan laut hasil tangkapan yang berdaging putih yang tentunya menjadi salah satu kendala untuk produk surimi dimana salah satu yang perlu diperhatikan adalah gel dan warna surimi. Harus ditindaklanjuti ikan hasil budidaya mana yang bisa menjadi alternative bahan baku surimi yang hasilnya tidak berbeda jauh dengan bahan baku yang berasal dari ikan-ikan hasil tangkapan. Selain gel dan warna tentunya hal terpenting lainnya yang perlu diperhatikan jika ikan-ikan budidaya menjadi bahan baku surimi adalah bagaimana produksi nasional dari ikan hasil budidaya tersebut apakah bisa memenuhi kebutuhan industri surimi, harga per kilo dari ikan tersebut apakah bisa lebih murah dari ikan hasil tangkapan, dan tentunya rendemen/yield dari ikan tersebut hingga menjadi surimi. Perhitungan sederhana untuk estimasi bahan baku yang dibutuhkan industri surimi secara nasional semisal target produksi surimi 40.000 ton/tahun dengan yield rata-rata 25% sehingga bahan baku yang dibutuhkan sebanyak 160.000 ton/tahun. Dari ikan-ikan hasil budidaya, maka lele yang paling visible sebagai alternatif bahan baku surimi dimana lele merupakan produksi besar tertinggi dari ikan-ikan hasil budidaya dan mempunyai harga yang paling murah/kompetitif. Lele secara teknis lebih menguntungkan dimana kesegaran bahan baku lele terjamin dan dapat dikirim dalam kondisi hidup selain itu lele tidak bersisik dan lebih mudah dalam penyiangan. Lele juga mempunyai rendemen/yield relative tinggi sehingga bisa menghasilkan kualitas surimi lebih baik dari ikan-ikan budidaya lainnya. Pasokan bahan baku ikan surimi masih terbatas, padahal permintaan pasar untuk industri pengolahan ikan surimi cukup besar. industri surimi masih menjanjikan ke depan untuk itu diperlukan kebijakan yang mendukung terutama terkait pengendalian bahan baku. Perlu Kerjasama yang baik antara KKP dengan semua stakeholder untuk membangun industri surimi. Diperlukan kebijakan-kebijakan untuk mendukung keberlangsungan industri surimi.

Tinggalkan Balasan